Breaking News

Perempuan dalam pusaran efisiensi anggaran

 



Opini 

Ditulis oleh : Anita maria supriyanti

Alumni ilmu pemerintahan unja


Jambibaba, co, id, jambi - Kebijakan efisiensi anggaran yang menuai pro kontra resmi berlaku dengan terbitnya inpres No 1 tahun 2025 tentang efisiensi belanja dalam pelaksanaan APBN dan APBD tahun anggaran 2025. Bagaimana tidak, banyak kalangan khawatir kebijakan efisiensi berpotensi menurunkan  kualitas kinerja kementerian, lembaga maupun pemerintah daerah yang terdampak.


Kebijakan ini menjadi langkah strategis pemerintah dalam upaya mengelola anggaran secara efektif dan efisien. Target pengurangan anggarannya sendiri untuk pelaksanaan efisiensi anggaran sebesar Rp. 306,69 triliun atau sekitar 8% Dari keseluruhan belanja yang telah disetujui yaitu Rp. 3.621,3 triliun.


Efisiensi anggaran sebagaimana yang dijelaskan presiden prabowo bertujuan untuk menyokong program-program prioritas lainnya seperti makan bergizi gratis. Selain itu efisiensi juga bertujuan untuk menghemat pengeluaran yang tidak perlu dan meminimalisir adanya tindak pidana korupsi.


Tulisan ini memang bukan hal baru dalam menilik bagaimana efisiensi anggaran berlangsung. Tetapi perlu kita ketahui bersama bahwa perlunya kajian serius mengenai efek domino akibat efisiensi anggaran terutama dalam sektor pembangunan berkelanjutan khususnya perempuan. Apakah efisiensi anggaran akan benar-benar tepat sasaran dalam mendorong efektifitas pengelolaan anggaran atau justru akan mengorbankan kelompok rentan seperti disabilitas dan perempuan?


kesetaraan gender menjadi salah satu dari 17 tujuan pembangunan berkelanjutan. ini menunjukkan bahwa pemberdayaan perempuan menjadi prioritas dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Hal ini menjadi upaya untuk memenuhi hak perempuan yang setara, sehingga terwujudnya keadilan bagi perempuan dalam mengakses layanan publik yang berkeadilan. Artinya ada upaya memberi ruang khusus untuk memenuhi kebutuhan khas perempuan agar terakomodir dalam Pembangunan berkelanjutan


Perempuan merupakan kelompok rentan


Sebagai upaya untuk memaksimalkan penggunaan anggaran dan mengurangi pemborosan sehingga anggaran yang ada dapat dialokasikan pada hal yang lebih produktif. Sayangnya kebijakan efisiensi anggaran hanya fokus pada pemotongan anggaran. Akibatnya semua sektor dan link harus mengalami pemotongan anggaran untuk memenuhi target efisiensi anggaran.


kekhawatiran berbagai pihak terhadap kinerja sektor pelayanan publik akibat pemangkasan anggaran yang besar, rasanya cukup asuk akal. Bagaimana tidak, dengan anggaran yang besar sekali pun kerja-kerja inklusif yang memperjuangkan hak perempuan misalnya pendampingan terhadap korban kekerasan seksual masih belum maksimal.


Komnas Perempuan yang semulanya mendapatkan alokasi anggaran Rp. 47,7 miliar kemudian mengalami pemangkasan menjadi Rp. 28, miliar. Ini berarti anggarannya berkurang sebesar Rp 18,8 miliar atau hampir 40 persen. Dana sebesar Rp 28,9 miliar tersebut digunakan untuk membiayai dua Proyek Prioritas Nasional (PPN), lima Program Prioritas Lembaga (PPL), serta kebutuhan pegawai. Lalu bagaimana dengan layanan bantuan dan pendampingan korban kekerasan?


Perempuan sebagai kelompok rentan yang rentan mengalami ketidakadilan dan kekerasan akan semakin sulit mengakses layanan bantuan, kerena pemangkasan anggaran pada kementrian perlindungan Perempuan dan anak maupun komnas HAM akibat pemotongan anggaran di Lembaga tersebut.


Selain itu, program prioritas yang menjadi kempanye presiden prabowo juga masih menjadi perdebatan publik, apakah pemberian makan bergizi gratis benar-benar kebutuhan mendesak?. Tagline yang sempat menjadi sorotan demostran "1 anak makan bergizi gratis menghilangkan makan malam1 keluarga" menunjukkan kekhawatiran publik akan dampak efisiensi anggaran karena terjadinya PHK para pekerja.


Selain itu, kebijakan efisiensi anggaran berisiko memotong anggaran untuk program-program yang secara langsung mempengaruhi kesejahteraan perempuan. Program kesehatan reproduksi, layanan perlindungan terhadap kekerasan berbasis gender, dan pendidikan keterampilan yang penting untuk pemberdayaan perempuan sering kali menjadi "korban" pemotongan anggaran. Padahal, sektor-sektor ini memiliki dampak langsung terhadap kesejahteraan perempuan, terutama yang berada dalam kelompok rentan.


Perempuan tidak hanya berperan dalam kegiatan ekonomi yang tercatat dalam statistik, tetapi juga melakukan pekerjaan domestik yang tidak terlihat. Misalnya, mereka mengurus rumah tangga dan merawat anak-anak, yang sering kali tidak dihargai dalam perhitungan ekonomi nasional. Ketika anggaran untuk layanan sosial atau pelatihan keterampilan bagi perempuan dipotong, dampaknya sangat besar karena perempuan akan semakin kesulitan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Ini memperburuk posisi perempuan dalam ekonomi dan masyarakat.


Penyederhanaan Kebijakan Tanpa Memperhatikan Kebutuhan Perempuan


Efisiensi anggaran sering kali disertai dengan upaya penyederhanaan kebijakan yang bertujuan untuk memangkas birokrasi dan mempercepat pencapaian tujuan fiskal. Namun, kebijakan yang disederhanakan ini seringkali mengabaikan kebutuhan spesifik perempuan. Salah satu contoh adalah program-program yang berfokus pada pemberdayaan perempuan, seperti program kewirausahaan perempuan, pendidikan keterampilan, atau dukungan bagi perempuan korban kekerasan. Program-program semacam ini sering kali dipandang sebagai "tambahan" yang tidak terlalu mendesak jika dibandingkan dengan sektor-sektor lain yang dianggap lebih menguntungkan dalam jangka pendek.


Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa pemberdayaan perempuan adalah fondasi bagi pembangunan sosial dan ekonomi jangka panjang. Jika kebijakan efisiensi anggaran tidak menyentuh aspek ini secara serius, maka ketimpangan gender dalam masyarakat akan semakin melebar. Perempuan yang tidak diberi kesempatan yang setara untuk berkembang dan berkontribusi dalam ekonomi tidak hanya merugikan mereka secara individu, tetapi juga merugikan negara dalam jangka panjang karena potensi besar yang hilang.


Kebijakan Anggaran Responsif Gender


Untuk mengatasi masalah ini, penting bagi pemerintah untuk menerapkan kebijakan anggaran yang responsif terhadap gender. Kebijakan anggaran responsif gender mempertimbangkan bagaimana keputusan-keputusan anggaran akan mempengaruhi perempuan dan laki-laki secara berbeda. Dengan pendekatan ini, kebijakan anggaran tidak hanya bertujuan untuk efisiensi semata, tetapi juga untuk memastikan bahwa perempuan mendapat bagian yang adil dalam pembagian sumber daya negara.


Kebijakan yang sensitif terhadap gender akan memastikan bahwa sektor-sektor yang penting bagi perempuan, seperti kesehatan reproduksi, pendidikan, dan perlindungan sosial, tetap menjadi prioritas dalam anggaran negara. Dalam hal ini, efisiensi anggaran tidak berarti mengorbankan kesejahteraan perempuan, tetapi lebih kepada bagaimana mengelola sumber daya secara optimal tanpa mengabaikan keadilan sosial dan kesetaraan gender.

© Copyright 2022 - Jambibaba.id