Breaking News

Bupati Muaro Jambi Desak Revisi Batas Wilayah dengan Musi Banyuasin, Soroti Ketimpangan Pelayanan Publik di Wilayah Perbatasan


JB, Jakarta — Persoalan batas wilayah antara Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi, dan Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Provinsi Sumatera Selatan kembali mengemuka. Bupati Muaro Jambi, Dr. Bambang Bayu Suseno, SP, MM, M.Si, secara tegas meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk segera melakukan revisi terhadap Permendagri Nomor 126 Tahun 2017 yang selama ini menjadi dasar hukum penetapan batas wilayah tersebut.


Permintaan tersebut disampaikan langsung oleh Bupati Bambang dalam Rapat Pembahasan Usulan Revisi Permendagri 126/2017 yang digelar di Gedung H, Lantai 3, Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, pada Selasa (14/10/2025). Rapat tersebut dipimpin oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan (Sesditjen Bina Adwil) Kemendagri, Sri Purwaningsih, dan turut dihadiri pejabat terkait dari dua provinsi yang bersengketa batas: Kabiro Otonomi Daerah Pemprov Jambi, Latifah, serta Kabiro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Pemprov Sumsel, Tri Sulastri.


Bupati Muaro Jambi: Revisi Adalah Kebutuhan Mendesak,Dalam forum tersebut, Dr. Bambang Bayu Suseno membeberkan sejumlah fakta lapangan yang menunjukkan ketimpangan administratif dan pelayanan publik akibat ketidakjelasan batas wilayah di daerah perbatasan, khususnya di Kecamatan Mestong, Sungai Bahar, dan Sungai Gelam.


“Ada desa-desa yang secara administrasi masih tercatat masuk wilayah Kabupaten Muba, tapi seluruh aktivitas kependudukan dan pelayanan publiknya dilakukan di Kabupaten Muaro Jambi. Ini menimbulkan kebingungan, baik bagi masyarakat maupun aparatur pemerintahan,” ujar Bambang dengan nada serius.


Menurutnya, ketidakjelasan batas wilayah bukan hanya menyulitkan pemerintah dalam menjalankan fungsi administrasi dan pelayanan, tetapi juga berpotensi memicu konflik sosial dan ketidakpastian hukum di kalangan masyarakat.


“Ini bukan soal klaim sepihak, tapi soal kepastian hukum, keadilan pelayanan, dan ketenangan masyarakat. Warga kami tidak boleh terus hidup dalam situasi abu-abu hanya karena batas wilayah yang tidak akurat. Negara harus hadir,” tegasnya.


Bupati Bambang menekankan bahwa usulan revisi bukan semata demi kepentingan birokrasi daerah, melainkan kebutuhan nyata di lapangan yang selama ini menghambat pembangunan dan pelayanan dasar.


Muba Kukuh Pertahankan Permendagri 126/2017 Namun, berbeda dengan Muaro Jambi, pihak Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin menunjukkan sikap tegas menolak adanya revisi. Mereka tetap berpegang pada Permendagri Nomor 126 Tahun 2017, yang dinilai sudah memiliki kekuatan hukum tetap dan sah sebagai landasan penetapan batas wilayah.


Meski begitu, perwakilan Muba tetap hadir dalam rapat dan mengikuti jalannya diskusi tanpa menyetujui atau menandatangani notulen, mengingat rapat ini masih bersifat penjajakan awal.


Kemendagri: Ini Pertemuan Awal, Akan Dibentuk Strategi Lanjutan Menanggapi perbedaan sikap dua kabupaten tersebut, Sesditjen Bina Adwil Sri Purwaningsih menyatakan bahwa rapat ini merupakan tahapan awal untuk mengumpulkan data, mendengar aspirasi, serta memetakan permasalahan dari masing-masing daerah.


“Kita tidak akan mengeluarkan notulen untuk rapat hari ini, karena ini adalah pertemuan awal. Kita baru mendengarkan langsung apa yang menjadi permasalahan dan usulan dari Muaro Jambi,” ujarnya.


Ia menjelaskan, Kemendagri akan menyusun langkah strategis untuk menyelesaikan permasalahan ini secara adil dan komprehensif. Salah satu strategi yang akan ditempuh ke depan adalah menghadirkan para gubernur dari Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan dalam rapat lanjutan, untuk mengambil keputusan yang lebih final di tingkat provinsi dan pusat.


“Pertemuan lanjutan akan membahas secara lebih komprehensif seluruh aspek teknis dan administratif guna menemukan solusi terbaik dan berkeadilan bagi semua pihak,” pungkas Sri Purwaningsih.


Dampak Ketidakjelasan Batas Wilayah: Warga Jadi Korban, Permasalahan batas wilayah ini bukan sekadar perdebatan administratif. Di lapangan, masyarakat menjadi pihak yang paling terdampak. Banyak warga di desa-desa perbatasan tidak mendapatkan pelayanan optimal, kesulitan mengakses fasilitas publik, hingga kebingungan soal kependudukan, perizinan, dan pembangunan infrastruktur.


Warga di desa-desa perbatasan seperti di Kecamatan Sungai Bahar dan Mestong, misalnya, kerap mengeluh harus menempuh jarak jauh ke pusat pemerintahan Muba hanya untuk mengurus administrasi kependudukan, padahal secara geografis dan sosial mereka lebih dekat dengan pusat administrasi Muaro Jambi.


Menuju Penyelesaian yang Adil, esakan revisi Permendagri 126/2017 ini membuka kembali wacana pentingnya penataan batas wilayah berbasis realitas sosial, geografis, dan administratif di daerah. Pemerintah pusat kini dituntut bersikap lebih aktif dan bijak dalam memfasilitasi penyelesaian yang tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga adil dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.


Jika tidak ditangani secara serius dan tepat waktu, persoalan ini dikhawatirkan dapat meluas dan menghambat stabilitas sosial serta pembangunan di wilayah perbatasan. Dengan adanya komitmen Kemendagri untuk melibatkan seluruh pihak terkait, harapan akan penyelesaian yang berkeadilan mulai terbuka.


© Copyright 2022 - Jambibaba.id