SENGETI - Ketua Komisi III DPRD Muaro Jambi yang juga anggota Fraksi NasDem, Sulaiman, SE, menegaskan bahwa terdapat indikasi ketidakwajaran dalam munculnya tagihan yang diterima pemerintah daerah.
“Tagihan sebesar ini tiba–tiba muncul pada 2025. Dari pandangan saya, ada sesuatu yang tidak sesuai dan harus diluruskan. Kita tidak bisa menerima begitu saja tanpa penjelasan detail,” tegas Sulaiman.
Ia menyebut bahwa Komisi III akan mendalami mengapa denda bisa mencapai miliaran rupiah, terutama karena sebagian perangkat KWH TS yang dicatat PLN belum sepenuhnya diperiksa.
Fraksi NasDem menyatakan bahwa apabila dalam rapat klarifikasi ditemukan indikasi kesalahan prosedur, kelalaian, atau potensi pelanggaran, maka pihaknya akan mendorong Ketua DPRD Muaro Jambi untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus).
Pansus dinilai penting untuk memberikan ruang penyelidikan yang lebih luas, mencakup:
Proses pengawasan perangkat KWH TS,
Alur penagihan dari PLN, Kontrak dan kewajiban pemerintah daerah,
Potensi kerugian daerah, Dugaan kelalaian dari perangkat daerah terkait, NasDem Minta Bupati Beri Atensi Khusus
Fraksi NasDem berharap Bupati Muaro Jambi tidak menganggap persoalan ini sepele, mengingat nilai denda yang sangat besar dan berpotensi membebani anggaran daerah.
“Ini harus menjadi atensi khusus Bupati. Kita perlu memastikan bahwa keuangan daerah tidak dirugikan karena ada kesalahan teknis atau administratif,” ujar Sulaiman.
Aturan yang Relevan Terkait Denda dan Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik
Berikut aturan yang menjadi dasar PLN dalam menjatuhkan denda:
1. Permen ESDM Nomor 27 Tahun 2017 tentang Tingkat Mutu Pelayanan dan Biaya yang Terkait dengan Penyaluran Tenaga Listrik
Mengatur: kewajiban pelanggan dalam penggunaan listrik, pengenaan biaya tambahan bila terjadi pelanggaran.
2. Pedoman Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) PLN
Aturan internal yang menjadi dasar PLN menindak: pelanggaran administrasi, pelanggaran energi (misalnya penggunaan tidak tercatat), kerusakan pada alat ukur seperti KWH meter, potensi kehilangan energi yang dihitung menjadi denda.
Dalam pedoman P2TL, denda muncul bila:
terdapat manipulasi energi, penggunaan tidak sesuai perjanjian, kerusakan meter yang menyebabkan energi tidak tercatat.
Namun, penerapan P2TL harus melalui pemeriksaan resmi, berita acara, serta persetujuan pelanggan atau pihak terkait. Bila prosedur tersebut tidak dilaksanakan, maka penagihan dapat dipersoalkan.
3. UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan Mewajibkan: PLN memberi pelayanan transparan, pelanggan mendapat kejelasan atas perhitungan biaya, penagihan tidak boleh merugikan konsumen tanpa bukti sah.
Beberapa hal yang akan menjadi sorotan Komisi III DPRD Muaro Jambi:
1. Apakah pemeriksaan P2TL pada 241 KWH TS dilakukan penuh sesuai prosedur?
Termasuk apakah ada Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
2. Mengapa masih ada 80 KWH TS yang belum diperiksa tetapi nilai denda sudah dikeluarkan?
3. Apakah Dishub melakukan pengawasan berkala terhadap perangkat tersebut?
4. Apakah terdapat kelalaian sehingga kerusakan atau ketidaksesuaian fungsi KWH TS tidak terdeteksi sejak awal?
5. Apakah PLN transparan dalam mengurai metode perhitungan denda hingga mencapai Rp 2,2 miliar?
Penutup
Dengan nilai denda yang sangat besar dan sejumlah perangkat yang belum diperiksa, Fraksi NasDem menilai bahwa persoalan ini tidak bisa dibiarkan. Langkah pemanggilan PLN dan Dishub merupakan langkah awal untuk mengurai secara terang apa yang sebenarnya terjadi. Bila ditemukan indikasi pelanggaran, pembentukan Pansus akan menjadi keharusan untuk memastikan keuangan daerah terlindungi dan prosedur berjalan sesuai dengan aturan.

Social Header